Membohongi Tuhan?

October 05, 2018


“Saya mengatakan pada diri saya STOP!”

“Bohong itu sebuah perbuatan yang salah, dan saya tidak punya jawaban bagaimana mengatasi kebohongan, kecuali mengakui!”

Foto : Pixabay

Kasus berita hoax mantan jurkamnas Prabowo-Sandi, Ratna Sarumpaet, sudah terkuak. Lusa kemarin, Ratna mengakui bahwa dia berbohong, dan menyebarkan berita hoax. Pada statementnya, ada 2 kalimatnya yang menjadi highlight buat saya, yaitu pernyataan-pernyataan seperti diatas.

Untuk menghentikan suatu ketidakbaikan, harus dimulai dari diri sendiri dulu. Bisa dilihat dari kalimat Ratna yang menyatakan bahwa dia mengatakan (baca: memerintahkan) dirinya untuk STOP! Ratna tahu dia bersalah, dan dia mengambil keputusan yang tepat, dengan memerintahkan dirinya berhenti meneruskan kebohongannya.

Pada kalimat berikutnya, dia mengakui bahwa dia bersalah dengan menyebarkan berita hoax, dan dia juga tahu untuk membantu dirinya berhenti berbohong, adalah dengan mengakuinya!

Sebagai anak-anak Tuhan, tentunya kita juga tak luput dari dosa kebohongan, bukan? Sedikit sekali, bahkan mustahil ada orang yang tidak pernah tidak berbohong dalam hidupnya, kecuali bayi, yang masih murni pikiran dan jiwanya.

“Aah, saya tidak pernah menipu orang lain, kok!” Begitu mungkin kita berpikir. Mungkin bohong secara frontal, seperti kasus Ratna Sarumpaet tidak pernah.Tapi bagaimana dengan sikap hati kita terhadap sesama?

Ketika teman kita curhat tentang pergumulan hidupnya yang memprihatinkan, kita mungkin bisa memasang ‘topeng’ kesedihan dan turut prihatin pada wajah kita. Tapi apakah itu tulus? Apakah hati kita juga merasakan kesedihannya, atau justru kebalikannya?

Ketika kita ngelike postingan teman kita di medsos, apakah itu memang karena kita benar-benar suka akan postingannya, atau ATS (Asal Teman Senang)? Apalagi di dunia permedsosan, dikenal istilah folback atau likeback, tidak enak sama teman, karena dia sering like postingan kita. Atau mungkin kita sering ngelike, karena teman tersebut masih ‘menguntungkan’ kita? Masih bermanfaat buat kita?

Ketika rekan kerja kita bercerita dengan gembiranya bahwa dia baru saja dipromosikan, apakah kita sungguh-sungguh turut senang, atau malah timbul iri hati di hati kita, dan malah mulai protes sama Tuhan, “Kok, dia yang dapat, Tuhan, bukan saya?”

Ketika kita menasihati teman, coba tilik lebih dalam, apakah itu kita lakukan karena benar-benar ingin teman kita mengetahui kesalahannya dan memperbaikinya, atau ada maksud lain, terutama demi kepopuleran kita semata di mata teman-teman lain?

Itu sebagian contoh ‘bohong tersembunyi’ terhadap sesama.

Sekarang bagaimana jika kita ‘membohongi’ Tuhan?
“Lho, memang bisa?”

Ketika mulut kita mengucap, “Tuhan, aku mengasihiMu!”, tapi hati, sikap, bahkan pikiran kita tidak menunjukkan bahwa kita sungguh-sungguh mengasihiNya, kita sudah membohongi Tuhan!

Supaya lebih mudah dipahami, saya berikan ilustrasi seperti ini….
Ketika kita sungguh-sungguh jatuh cinta pada seseorang, tentunya kita selalu mau memberikan yang terbaik pada orang yang kita kasihi, bukan?
Waktu kita, tenaga kita, perhatian kita, bahkan seluruh jiwa raga kita, demi menyenangkan orang yang kita kasihi.
Nah, kalau kita berkata kita mengasihi Tuhan, tapi kita tidak pernah punya waktu untuk bersekutu denganNya, tidak punya waktu untuk membaca dan merenungkan FirmanNya, tidak mau melaksanakan amanat agungNya, juga tidak memberikan perhatian kita sepenuhnya, tenaga kita, jiwa raga kita, kita masih mau tetap berada dalam comfort zone kita, bukankah kita sedang membohongi Tuhan?

Cara terbaik untuk berhenti membohongi Tuhan, adalah dengan mengatakan STOP! pada diri sendiri, dan mengakui segala kesalahan kita selama ini di hadapan Tuhan!
Seperti bapa sayang kepada anak-anaknya, demikian TUHAN sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia.
Sebab Dia sendiri tahu apa kita, Dia ingat, bahwa kita ini debu.
Tuhan Maha Pemurah tapi tidak murahan, dan Dia juga Maha Mengampuni. Dia mengasihi kita lebih dari apapun. Kita dijadikan biji mataNya!

Ayo, kita sama-sama renungkan segala kebaikan dan kasihNya kepada kita selama ini.
Orang yang jujur kepada Tuhan, pasti juga jujur terhadap sesamanya. Orang seperti ini jauh dari tipe orang bermuka dua, atau istilah yang lebih bikin merinding, menusuk dari belakang!
Tidak mudah menjadi orang jujur dihadapan Tuhan, tapi bukan berarti tidak bisa! Asal kita mau dan taat, Roh Kudus pasti memampukan!

Baca juga : Selumbar dan Balok


You Might Also Like

0 comments

Popular Posts

Subscribe